AsbabunNuzul. Latar belakang turunnya surat ini disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Ummul Mu'minin, 'Aisyah radhiyallahu 'anha berikut ini:. أُنْزِلَ عَبَسَ وَتَوَلَّى فِي ابْنِ أُمِّ مَكْتُوْمٍ الأَعْمَى أَتَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَعَلَ

KISAH KETELADANAN IBUNDA AISYAH RADHIYALLAHU ANHASegala puji hanya untuk Allah Ta’ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah semata yang tidak ada sekutu bagiNya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusanNya. Amma ba’duBerikut ini adalah rangkaian dari kisah perjalanan hidup Ibunda kaum muslimin, istri Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam, yang beliau nikhai dirinya manakala baru berusia enam tahun, dan membangun rumah tangga dengannya ketika dirinya genap berusia sembilan shalallahu alaihi wa sallam mengabarkan pada kita semua, bahwa dirinya termasuk wanita yang paling dicintai olehnya, bahkan orang yang paling dicintai dari seluruh manusia, beliau tidak pernah menikah dengan seorang gadis kecuali Allah azza wa jalla telah menurunkan ayat khusus berkaitan dengan kesucian dirinya, yang mana ayat tersebut bisa terus dibaca sampai hari kiamat kelak. Dan tidak pernah turun wahyu dipangkuan seorang wanita dari istri-istri beliau melainkan dirinya, ada saat yang begitu memuliakan dirinya tatkala dirinya mengurusi Nabi shalallahu alaihi wa sallam disaat hidup, ketika sakit dan pada detik-detik terakhir kehidupan sakit, beliau sering bertanya dimana giliran saya sekarang, beliau meninggal sedang kepalanya berada dipangkuannya, bersandar diantara dada dan lehernya. Tidaklah Nabi meninggal melainkan beliau ridho dengan dirinya, dan beliau dimakamkan shidiqah binti shidiq, wanita nan suci Aisyah binti Abu Bakar Shidiq, Abdullah bin Abu Qufahah al-Quraiys at-Taimi, sedangkan ibunya bernama Ummu Ruman oleh Imam Bukhari dan Muslim, sebuah kisah yang menjelaskan tentang kedudukan Aisyah dimata Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam. Hadits tersebut dinukil dari Hisyam dari ayahnya yang menceritakan“Para sahabat biasa mengakhirkan untuk memberi hadiah pada saat gilirannya Aisyah. Hal tersebut menjadikan para madunya berkumpul pada ummu Salamah dan mengatakan padanya; Demi Allah, orang-orang lebih memilih ketika memberi hadiah pada harinya Aisyah, dan kami pun ingin mendapat kebaikan seperti yang diinginkan oleh Allah, coba kamu utarakan kepada Rasulallah supaya orang-orang juga memberi hadiah pada giliran istri yang Ummu Salamah mengutarakan keinginan istri-istri Nabi kepada beliau. Akan tetapi, beliau tidak mengomentari. Tatkala tiba pada gilirannya, Ummu Salamah mencoba mengutarakan kembali hal tersebut, namun beliau justru berpaling tidak mengomentarinya, manakala pada tiga kalinya ia mengutarakan hal itu, Nabi shalallahu alaihi wa sallam menjawabقال رسول الله صلى الله عليه وسلم يَا أُمَّ سَلَمَةَ لَا تُؤْذِينِي فِي عَائِشَةَ فَإِنَّهُ وَاللَّهِ مَا نَزَلَ عَلَيَّ الْوَحْيُ وَأَنَا فِي لِحَافِ امْرَأَةٍ مِنْكُنَّ غَيْرِهَا » [أخرجه البخاري و مسلم]“Wahai Ummu Salamah, jangan engkau ganggu aku tentang Aisyah, sungguh demi Allah, tidak pernah wahyu itu turun sedang aku berada dipangkuan seseorang wanita diantara kalian kecuali dirinya“. HR Bukhari no 3775. Muslim no Dzahabi menyebutkan “Ayahnya membawa Aisyah ikut serta berhijrah, dan menikah bersama Nabi shalallahu alaihi wa sallam sebelum peristiwa hijrah tersebut setelah kematian shidiqah Khadijah binti Khuwailid. Tepatnya sebelum hijrah kurang lebih belasan bulan sebelumnya. Ada yang mengatakan dua tahun Rasulallah membangun rumah tangga bersamanya pada bulan syawal, dua tahun setelah terjadinya peperangan Badar. Sedangkan dia ketika itu berusia Sembilan tahun. Dan tidak diketahui ada pada umat Muhammad shalallahu alaihi wa sallam, bahkan bisa dikatakan pada seluruh wanita dikalangan umatnya ada seorang wanita yang lebih fakih dari pada dirinya. Dia adalah istri Nabi ketika didunia dan akhirat nanti, lantas, apakah ada suatu hal yang lebih membanggakan dari ini semua?.[1]Dalam sebuah hadits, Aisyah menceritakan tentang proses perkawinannya bersama Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam. Beliau mengkisahkan تَزَوَّجَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا بِنْتُ سِتِّ سِنِينَ فَقَدِمْنَا الْمَدِينَةَ فَنَزَلْنَا فِي بَنِي الْحَارِثِ بْنِ خَزْرَجٍ فَوُعِكْتُ فَتَمَرَّقَ شَعَرِي فَوَفَى جُمَيْمَةً فَأَتَتْنِي أُمِّي أُمُّ رُومَانَ وَإِنِّي لَفِي أُرْجُوحَةٍ وَمَعِي صَوَاحِبُ لِي فَصَرَخَتْ بِي فَأَتَيْتُهَا لَا أَدْرِي مَا تُرِيدُ بِي فَأَخَذَتْ بِيَدِي حَتَّى أَوْقَفَتْنِي عَلَى بَابِ الدَّارِ وَإِنِّي لَأُنْهِجُ حَتَّى سَكَنَ بَعْضُ نَفَسِي ثُمَّ أَخَذَتْ شَيْئًا مِنْ مَاءٍ فَمَسَحَتْ بِهِ وَجْهِي وَرَأْسِي ثُمَّ أَدْخَلَتْنِي الدَّارَ فَإِذَا نِسْوَةٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فِي الْبَيْتِ فَقُلْنَ عَلَى الْخَيْرِ وَالْبَرَكَةِ وَعَلَى خَيْرِ طَائِرٍ فَأَسْلَمَتْنِي إِلَيْهِنَّ فَأَصْلَحْنَ مِنْ شَأْنِي فَلَمْ يَرُعْنِي إِلَّا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضُحًى فَأَسْلَمَتْنِي إِلَيْهِ وَأَنَا يَوْمَئِذٍ بِنْتُ تِسْعِ سِنِينَ » [أخرجه البخاري و مسلم]“Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam menikahiku saat aku berusia enam tahun, kemudian kami hijrah ke Madinah. Lalu singgah tinggal di tempatnya kaum Bani Harits bin Khazraj. Disana aku mencukur rambutku, setelah itu ibuku Ummu Ruman mendatangiku, sedangkan diriku pada saat itu lagi bermain-main bersama teman sebayaku. Beliau berteriak memanggilku, aku pun mendatanginya, saya tidak tahu apa yang diinginkan oleh ibuku, beliau lantas menggandeng tangan saya hingga sampai didepan pintu rumah, sampai nafasku tersengal karena cepatnya dalam berjalan, sampai akhirnya sedikit tenang. Setelah itu ibuku menggambil sedikit air, lalu mengusap wajah dan rambutku, kemudian membawaku masuk ke dalam rumah. Ketika masuk, ternyata didalam sudah banyak wanita dari kalangan Anshar didalam rumah, ketika melihatku mereka mengatakan Kebaikan untukmu, semoga selalu dalam barokah dan kebahagian’. Selanjutnya aku diserahkan pada mereka oleh ibuku, yang kemudian aku didandani, dan tidaklah aku dipertemukan bersama Rasulallah melainkan pada waktu dhuha. Kemudian mereka menyerahkan diriku pada beliau, sedangkan diriku pada saat itu berusia Sembilan tahun“. HR Bukhari no 3894. Muslim no keutamaan beliau yang lain, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam shahihnya, dari haditsnya Aisyah radhiyallahu anha, beliau menceritakan Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam pernah berkata padakuقال رسول الله صلى الله عليه وسلم أُرِيتُكِ فِى الْمَنَامِ ثَلاَثَ لَيَالٍ جَاءَنِى بِكِ الْمَلَكُ فِى سَرَقَةٍ مِنْ حَرِيرٍ فَيَقُولُ هَذِهِ امْرَأَتُكَ. فَأَكْشِفُ عَنْ وَجْهِكِ فَإِذَا أَنْتِ هِىَ فَأَقُولُ إِنْ يَكُ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ يُمْضِهِ » [أخرجه البخاري و مسلم]“Diperlihatkan dirimu selama tiga malam berturut-turut dalam mimpiku, malaikat mendatangiku sambil membawamu dalam kain sutera. Lalu ia mengatakan Ini adalah calon istrimu’, maka aku buka penutup diwajahnya dan ternyata itu adalah dirimu. Sehingga aku berkata Kalau sekiranya mimpi ini datang dari sisi Allah, pasti akan benar terjadi“. HR Bukhari no 5125. Muslim no redaksi Imam Tirmidzi, disebutkan “Malaikat tersebut mengatakan Ini adalah istrimu di dunia dan akhirat“. HR at-Tirmidzi no Bukhari dan Muslim juga membawakan sebuah hadits yang menunjukan tentang kedudukan beliau, dari Amr bin Ash radhiyallahu anhu, beliau termasuk sahabat yang masuk Islam pada tahun ke delapan Hijriyah, dirinya pernah bertanya Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam “Siapakah orang yang paling engkau cintai? Beliau mengatakan “Aisyah”. Aku bertanya kembali “Dari kalangan laki-laki? Beliau menjawab “Ayahnya“. HR Bukhari no 3662. Muslim no Dzahabi pernah menyatakan “Hadits ini merupakan berita yang benar, yang menghancurkan muka orang-orang syiah Rafidhoh, dimana Nabi shalallahu alaihi wa sallam tidaklah mencintai seseorang melainkan karena kebaikannya. Yang mana beliau pernah bersabdaقال رسول الله صلى الله عليه وسلم لَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلاً مِنْ أُمَّتِى لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ وَلَكِنْ أُخُوَّةُ الْإِسْلَامِ ومودته » [أخرجه البخاري و مسلم]“Kalau sekiranya aku boleh mengambil kekasih dari kalangan umatku, tentulah aku menjadikan Abu Bakar sebagai kekasihku. Akan tetapi, yang ada adalah persaudaraan Islam serta kasih sayang“. HR Bukhari no 466. Muslim no melanjutkan “Nabi mencintai manusia terbaik dari kalangan umatnya, demikian pula mencintai wanita terbaik dari kalangan umatnya. Maka barangsiapa yang membenci orang yang dicintai oleh Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam, ketahuilah bahwa dirinya telah menjadi orang yang amat membenci Allah dan RasulNya. Karena kecintaan Rasulallah kepada Aisyah adalah perkara yang sudah sangat gamblang, bukankah kalian mendengar bagaimana para sahabat lebih memilih untuk memberi hadiah kepada Rasulallah pada saat gilirannya Aisyah, hal itu tidak lain, karena mereka mengharap hal tersebut lebih menyenangkannya”.[2]Dalam sebuah hadits yang menunjukan tentang keutamaan dirinya, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa radhiyallahu anhu, dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam beliau bersabdaقال رسول الله صلى الله عليه وسلم كَمَلَ مِنْ الرِّجَالِ كَثِيرٌ وَلَمْ يَكْمُلْ مِنْ النِّسَاءِ إِلَّا آسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ وَمَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ وَإِنَّ فَضْلَ عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ » [أخرجه البخاري و مسلم]“Laki-laki yang sempurna itu sangatlah banyak, dan dari kalangan wanita, tidak ada yang sempurna kecuali Maryam puterinya Imran, Asiyah istrinya Fir’aun, dan kelebihan Aisyah dibanding wanita yang lain adalah seperti garam pada semua makanan“. HR Bukhari no 3769. Muslim no sebuah riwayat, Aisyah pernah mengatakanمَا غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيجَةَ مِنْ كَثْرَةِ ذِكْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِيَّاهَا [أخرجه البخاري و مسلم]“Tidak pernah aku merasa cemburu atas maduku yang lain melebihi kecemburuanku pada Khadijah, disebabkan terlalu seringnya Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam menyebut dirinya“. HR Bukhari no 3817. Muslim no mengomentari hadits diatas seraya mengatakan “Ini merupakan perkara yang sangat mengherankan bagaimana Aisyah bisa cemburu kepada perempuan tua yang sudah meninggal sebelum dirinya dinikahi oleh Nabi shalallahu alaihi wa sallam beberapa waktu lamanya. Kemudian dirinya di jaga oleh Allah ta’ala dari rasa cemburu terhadap wanita lainnya yang bersama-sama menjadi istri Nabi shalallahu alaihi wa sallam. Ini menunjukan rahmat yang Allah turunkan kepadanya, juga pada Nabi shalallahu alaihi wa sallam, supaya kehidupan rumah tangga keduanya tidak kemungkinan lain, dirinya merasa cemburu lebih sedikit pada yang lain dan tidak pada Khadijah karena disebabkan kecintaanya Nabi shalallahu alaihi wa sallam atas Khadijah. semoga Allah meridhoinya dan meridhoi Aisyah”.[3]Allah ta’ala telah menurunkan dalam al-Qur’an yang terus bisa dibaca sampai hari kiamat tentang kesuciannya. Dan ini berawal dari kisah dusta yang dibuat oleh orang-orang munafik. Berkata Ibnu Hajar al-Haitsami –setelah membawakan hadits yang menjelaskan kisah berita dusta tersebut- beliau mengatakan “Dari hadits ini diketahui bahwa siapa saja yang menuduh Aisyah telah berbuat zina maka dirinya telah kafir. Sebagaimana hal tersebut sudah dinyatakan secara gamblang oleh para ulama kita serta yang lainnya. Karena hal tersebut sama dengan mendustakan nash al-Qur’an, sedangkan orang yang mendustakannya adalah kafir menurut kesepakatan kaum hadits ini juga menunjukan kafirnya kebanyakan orang-orang Rafidhah dikarenakan mereka menuduh Aisyah telah berbuat zina, semoga Allah membinasakan mereka dimanapun mereka berada”. [4]Sedangkan Syaikh Muhammad bin Sulaiman at-Tamimi mengatakan, seraya menukil ucapannya sebagian ahli bait “Adapun tuduhan mereka pada Aisyah seperti yang mereka lakukan sekarang maka itu perbuatan kafir, yang mengeluarkanya dari agama. Dan tidak cukup hanya dicambuk dalam hukumannya, karena dirinya secara tidak langsung telah mendustakan lebih dari tujuh belas ayat dari al-Qur’an –sebagaimana telah lewat yang paling pantas, hukuman bagi orang yang menuduh Ibunda kaum mukminin, yang suci, istri Rasulallah didunia dan akhirat berbuat zina adalah di bunuh karena dirinya telah murtad, sebagaimana telah shahih dalilnya akan hal tersebut. dan dia termasuk dalam barisannya tokoh munafik tulen Abdullah bin Ubay bin Salul, gembongnya orang-orang munafik”.[5]Adalah Nabi shalallahu alaihi wa sallam begitu mencintai Aisyah dan beliau tidaklah mencintainya melainkan karena kebaikannya. Sebagaimana yang tersirat dalam firman Allah ta’alaوَٱلطَّيِّبَٰتُ لِلطَّيِّبِينَ وَٱلطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَٰتِۚ “Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula”. [an-Nuur/24 26].Dimana dirinya telah meraih kemulian dalam mengurusi Nabi shalallah alaihi wa sallam disaat sakit dan pada detik-detik akhir kehidupannya. Hal tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad, dari haditsnya Aisyah radhiyallah anha. Beliau menceritakan“Rasulallah shalallah alaihi wa sallam meninggal didalam rumah dan pada saat giliranku, beliau meninggal diatas dada dan hari itu, Abdurahman bin Abu Bakar masuk ke rumahku, sedang bersamanya ada siwak yang masih basah, maka Nabi memandangi terus pada siwak tersebut, sehingga aku berpikir beliau aku berinisiatif memintanya dari saudaraku Abdurahman, lalu aku gigit kemudian aku haluskan sampai rapi setelah itu aku kasihkan kepada beliau, selanjutnya beliau bersiwak yang belum pernah aku melihat beliau bersiwak dengan cara sebaik pada saat itu, kemudian beliau memberikan siwak tersebut padaku, namun keburu jatuh aku pegangi beliau, lalu aku berdo’a kepada Allah azza wa jalla dengan do’a yang biasa dibacakan Jibril alihi sallam pada saat beliau sakit, begitu pula do’a tersebut biasa beliau bacakan untuk dirinya disaat sakit, namun pada sakitnya ini beliau belum berdo’a dengan do’a beliau mengangkat pandangannya ke arah langit lalu mengatakan Ditempat yang tinggi, di tempat yang tinggi’. Maksudnya beliau memilih tempat untuk puji bagi Allah yang telah menyatukan antara air lidahku dan air lidahnya didetik-detik terakhir disaat dirinya menuntaskan hari-harinya didunia”. HR Ahmad 40/261-262 no Hasan bin Tsabit radhiyallah anhu memuji Aisyah didalam bait sya’irnyaKesucian menjadi pakaiannya, tidak ada keraguan lagi Cukuplah itu sebagai bukti akan kehormatannyaDirinya lebih dermawan dari Lu’ay bin Ghalib Kedermawananya membawa pada kemulian Suci, dimana Allah telah mensucikan kepribadiannya Membersihkan dari tiap kejelekan dan kedustaanJika dirimu telah berkata seperti yang disangka sekelompok kaum Maka diriku tidak akan mempercayainyaBagimana tidak tergerak untuk diriku Membela keluarga Rasul, tempat merujuk segala soalDan Aisyah radhiyallah anha termasuk orang yang paling paham tentang silsilah arab, bait-bait syair mereka, serta seorang yang fakih, dimana banyak dari kalangan para pembesar sahabat yang mengembalikan sebuah permasalahan untuk dimintai Imam az-Zuhari “Kalau seandainya dikumpulkan seluruh ilmu manusia dan istri-istri Nabi yang lainnya, tentu ilmunya Aisyah lebih luas dibanding ilmunya mereka semua”.Beliau juga sangat mahir tentang ilmu kedokteran, disebutkan oleh Hisyam bin Urwah “Belum pernah aku melihat orang yang lebih paham tentang ilmu kedokteran melebihi Aisyah. Sehingga pada suatu hari aku bertanya padanya Duhai bibiku, dari mana engkau belajar ilmu kedokteran? Beliau menjawab “Saya mendengar dari orang lain yang seringkali mensifati jenis obat dan penyakit lalu aku menghafalnya”.Beliau termasuk orang yang paling dermawan pada zamannya, didalam kisah yang menjelaskan akan tersebut sangatlah banyak. Pernah suatu ketika dirinya diberi hadiah oleh Mu’awiyah radhiyallahu anhu uang sebanyak seribu dirham, maka tidaklah sampai matahari tenggelam pada hari itu juga melainkan uang tersebut telah habis dibagi-bagikan untuk orang yang membutuhkannya.[6]Dirinya adalah contoh nyata dalam masalah tawadhu. Dijelaskan dalam sebuah hadits sebagaimana yang dibawakan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Abu Mulaikah, beliau mengkisahkan“Bahwa pada suatu hari Ibnu Abbas meminta izin untuk masuk menemui Aisyah disaat sakit keras. Dia bergumam Aku khawatir dia Ibnu Abbas akan memujiku’. Maka ada yang mengatakan padanya Ibnu Abbas adalah anak dari paman Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam, dan termasuk orang yang mempunyai kedudukan dihati kaum muslimin’. Baru setelah itu Aisyah berkata biarkan dirinya keduanya bertemu, Ibnu Abbas bertanya Bagaimana keadaanmu? Baik jika sekiranya aku bertakwa, jawab Aisyah. Engkau akan selalu dalam kebaikan insya Allah, istri Rasulallah, yang belum pernah sebelumnya beliau menikahi seorang gadis melainkan dirimu, dan telah turun udzur yang menyatakan kesucianmu dari atas langit’. Kata Ibnu Abbas panjang lebar keluar, masuklah Ibnu Zubair, maka Aisyah berkata padanya Ibnu Abbas barusan masuk dan memujiku yang aku berharap sekiranya aku menjadi orang yang dilupakan saja”. HR Bukhari no meninggal, beliau dimakamkan di Baqi’ pada tahun lima puluh tujuh Hijriyah tepatnya pada malam tujuh belas pertengahan bulan Ramadhan sesusai sholat witir. Dirinya berpesan agar dikubur pada malam hari itu juga, serta berwasiat supaya Abdullah bin Zubair anak lelaki dari saudara perempuannya, Asma yang mengurusi pemakamannya bersama saudara-saudaranya di Baqi’. Dan yang turun ke kuburnya pada saat itu ialah anak saudara perempuannya Abdullah dan Urwah bin Zubair, serta Abdullah keponakan dari saudara lelakinya Muhammad dan Abdullah keponakan dari anak saudara lelakinya yang mengimami sholat jenazahnya adalah Abu Hurairah yang menjadi gubernur Madinah pada waktu itu untuk khalifah Marwan bin Hakam. Sedangkan usainya pada saat itu adalah enam puluh tiga tahun lebih berapa Allah meridhoi Ibunda kaum mukminin Aisyah, serta memberi balasan atas jasanya terhadap Islam dan kaum muslimin sebaik-baik kita panjatkan segala puji bagi Allah rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga Allah curahkan kepada Nabi kita Muhammad, pada keluarga beliau serta seluruh para sahabat.[Disalin dari فضائل أم المؤمنين عائشة رضي الله عنها Penulis Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, PenerjemahAbu Umamah Arif Hidayatullah Editor Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. 2013 – 1434] ______ Footnote [1] Siyar alamu Nubala 2/135-140. [2] Siyar A’lamu Nubala 2/142. [3] Siyar a’lamu Nubala 2/165. [4] ash-Shawa’iqil Muhraqah karya Ibnu Hajar al-Haitami 1/193. [5] Risalah fii Ra’d ala Rafidhah oleh Syaikh Muhammad at-Tamimi hal 24-25. [6] Siyar a’lamu Nubala 2/185-187. Home /B2. Topik Bahasan8 Kisah.../Kisah Keteladanan Ibunda Aisyah...

MengagumiAisyah radhiyallahu'anha bukan hanya sebatas fizikal semata. Bukan hanya untuk menjadi isteri yang dicintai suami, tetapi lebih dari itu. Kisah Aisyah radhiyallahu'anha telah membantah pandangan para feminis dan pengusung idea kesetaraan gender tentang wanita. Mereka sering melaungkan bahawa syariat Islam telah membelenggu diri
Suaminya adalah seorang Nabi, ayah dan ibunya adalah orang-orang yang pertama-tama masuk Islam, keluarganya adalah keluarga muslim pertama dalam sejarah, dan pernah mendapatkan pembelaan langsung dari Allah ketika nama baiknya dirusak orang-orang munafik, dia adalah Aisyah radhiyallahu anha. Mengapa Aisyah Radhiyallahu anha? Istri-istri Nabi, semuanya adalah orang-orang yang mulia dan terhormat, namun orang-orang munafik di zaman Nabi berusaha keras merusak nama baik Aisyah dengan menyebarkan tuduhan-tuduhan dan fitnah-fitnah. Orang-orang munafik ketika merusak nama baik Aisyah, sebenarnya mereka memiliki tujuan utama, yaitu Dengan merusak nama baik Aisyah, secara tidak langsung nama baik Nabi Muhammad juga akan rusak, dan jika nama baik Nabi rusak maka dengan sendirinya agama Islam juga rusak. Dengan merusak nama baik Aisyah, secara tidak langsung syari’at Islam juga akan rusak. Karena Aisyah menghafal dan meriwayatkan hadits-hadits Nabi dalam jumlah yang sangat banyak. Hingga disebutkan dalam kitab Fathul Bari’ bahwa seperempat ajaran Islam, diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu anha. Sedangkan kita tahu bahwa salah satu sumber ajaran Islam adalah hadits. Jika penghafal hadits’ dirusak nama baiknya, maka hadits-hadits yang disampaikannya juga akan rusak, sehingga, ajaran Islam juga rusak. Inilah sebenarnya yang diinginkan orang-orang munafik ketika mereka merusak nama baik Aisyah Radhiyallahu anha. Meskipun demikian, usaha’ orang-orang munafik itu sia-sia saja. Allah berfirman إِنَّ الذينَ جاءُوْ بالإِفْك عُصْبَةٌ مِنْكُم لا تَحْسبُوه شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُو خَيرٌ لَكُمْ “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira berita itu buruk bagi kamu, bahkan itu baik bagi kamu.” [An-Nuur, 11] Dan inilah diantara alasan kenapa kita sangat butuh kepada riwayat hidup Aisyah Radhiyallahu anha yang penuh dengan kemuliaan dan kehormatan, tidak seperti yang dituduhkan’ orang-orang munafik dan orang-orang yang mengikuti orang-orang munafik dari zaman ke zaman. Hukum Menghina Aisyah dan Menuduhnya Berselingkuh Menghina orang yang beriman adalah perbuatan fasik, dosa besar, terlebih lagi yang dihina adalah istri-istri Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Tentu dosanya jauh lebih besar dari menghina orang yang beriman secara umum. Hingga ada beberapa ulama yang mengatakan bahwa menghina Aisyah, menuduhnya berselingkuh, seperti yang dituduhkan orang-orang munafik di zaman dahulu, dia kafir dengan sebab tuduhannya itu. Ibnu Abidin rahimahullah berkata “Adapun menuduh Aisyah berselingkuh, maka tuduhan semacam ini adalah kekafiran, tanpa adanya perbedaan pendapat ulama.” Al-Qadhi Abu Ya’la rahimahullah berkata “Siapa yang menuduh Aisyah dengan suatu tuduhan yang telah Allah bersihkan Aisyah dari tuduhan itu, maka dia kafir, tanpa ada perbedaan pendapat ulama, dan tidak hanya satu ulama telah menyatakan adanya kesepakatan tentang hal ini, dan tidak hanya satu ulama telah menegaskan hukum ini.” Ibnul Qayyim rahimahullah berkata “Umat Islam telah sepakat akan kafirnya orang yang menuduh Aisyah berselingkuh.” Imam Ibnu Katsir juga mengatakan hal yang sama dengan ulama-ulama sebelumnya, dan menjelaskan bahwa, sebab kafirnya orang yang menuduh Aisyah berselingkuh adalah karena orang tersebut sama saja menolak ayat Al-Quran yang menerangkan kebohongan tuduhan itu. Sebutan Kunyah Aisyah Radhiyallhu anha Aisyah Radhiyallahu anha memiliki sebutan lain, yang di dalam bahasa Arab diistilahkan dengan Kunyah’, dan sebutan Aisyah adalah Ummu Abdillah. Sebutan ini berasal dari Nabi Muhammad, ketika Aisyah meminta kepada beliau untuk memberinya kunyah’ atau sebutan sebagaimana istri-istri yang lain. Lalu Nabi memberinya kunyah sebutan Ummu Abdillah. Julukan-julukan Laqab Aisyah Radhiyallahu anha Aisyah juga memiliki julukan-julukan yang menunjukkan kemuliaan dan kehormatannya; Ummul Mukminin Ibundanya orang-orang yang beriman Yang sangat menakjubkan adalah sebutan ini didapatkan langsung dari Allah, yaitu ketika Allah berfirman وَ أَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُكُم “Dan istri-istrinya istri Nabi Muhammad adalah ibu-ibu kalian orang-orang yang beriman.” [QS. Al-Ahzab, 6] Ini adalah julukan Aisyah yang paling terkenal, dan istri-istri Nabi yang lainnya juga dijuluki dengan julukan ini. Habibatu Rasulillah Wanita yang sangat dicintai Rasulullah Suatu ketika Nabi ditanya “Siapakah manusia yang paling engkau cintai?” Nabi menjawab “’Aisyah”. [HR. Bukhari Muslim] Umar radhiyallahu anhu berkata “Sesungguhnya dia Aisyah adalah Habibatu Rasulillah’ wanita yang sangat dicintai Rasulullah.” Al-Mubarra-ah Wanita yang dibersihkan dari tuduhan Julukan ini berasal dari ayat Al-Qur’an yang berisi pembelaan Allah kepada Aisyah yang saat itu dituduh berselingkuh oleh orang-orang munafik. Yaitu firman Allah وَ الطَّيِّبَاتُ للطَّيِّبيْنَ وَ الطَّيِّبُوْنَ للطَّيِّبَاتِ أُولئك مُبَرَّءُونَ مِمّاَ يَقُوْلُوْنَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ و رِزْقٌ كَرِيْمٌ “Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula, mereka yang dituduh itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka yang menuduh itu, bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia surga.” [An-Nuur, 26] Di dalam ayat ini ada sebuah celaan bagi orang-orang yang menuduh Aisyah saat itu, dan pujian bagi orang-orang yang membantah tuduhan-tuduhan itu. [Fathul Qadir, Imam Syaukany] Hingga, salah seorang perawi hadits yang bernama Masruq’, setiap kali meriwayatkan hadits dari Aisyah, masruq mengatakan “Telah menyampaikan hadits kepadaku Ash-Shiddiqah Aisyah binti Ash-Shiddiq Abu Bakar, Habibatu Habibillah Nabi Muhammad, Al-Mubarra-ah.” Ath-Thayyibah Wanita yang baik Allah telah memberi persaksian akan kesucian Aisyah melalui firman Nya وَ الطَّيِّبَاتُ للطَّيِّبيْنَ وَ الطَّيِّبُوْنَ للطَّيِّبَاتِ أُولئك مُبَرَّءُونَ مِمّاَ يَقُوْلُوْنَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ و رِزْقٌ كَرِيْمٌ “Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula, mereka yang dituduh itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka yang menuduh itu, bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia surga.” [An-Nuur, 26] Ash-Shiddiqah Wanita yang sangat jujur Imam Masruq, Hakim dan Ibnu Hajar memberi julukan kepada Aisyah dengan Ash-Shiddiqah. Al-Humairaa’ Nabi pernah memanggil Aisyah dengan mengatakan “Wahai Humairaa’”, dan kata Humairaa’ berasal dari kata Ahmar’ yang artinya merah’. Namun, bukan berarti kulit Aisyah warnanya merah, akan tetapi maksudnya adalah kulit Aisyah berwarna putih yang bercampur dengan warna kemerahan. Dan warna seperti ini adalah warna yang paling indah. Dan orang Arab biasa menggunakan kata merah’ untuk mengungkapkan warna putih pada kulit. Al-Muwaffaqah Wanita yang diberi hidayah Nabi juga pernah memanggil Aisyah dengan mengatakan “Wahai Muwaffaqah.” Berdasarkan hadits riwayat Ahmad dan Tirmidzy, dan sanad haditsnya dinilai shahih oleh syaikh Ahmad Syakir. Mengenal Beberapa Keluarganya Ayahnya adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu anhu, khalifah pertama, sekaligus yang pertama masuk Islam, sedangkan ibunya adalah Ummu Ruman radhiyallahu anha. Aisyah memiliki beberapa saudara, yaitu Abdurrahman, Abdullah, Asma’, Ummu Kultsum, dan Muhammad. Semua bibinya adalah shahabiyat’ wanita yang bertemu dengan Nabi, beriman kepada Nabi dan meninggal di atas iman, yaitu Ummu Amir, Quraibah dan Ummu Farwah. Lahir di Masa Islam di Tengah-tengah Keluarga Muslim Aisyah lahir di Mekah, sekitar empat atau lima tahun setelah Nabi Muhammad diangkat menjadi seorang Nabi. Keistimewaan dari Aisyah dalam hal ini adalah beliau lahir di masa Islam, bukan di masa Jahiliyah, sehingga Aisyah tidak pernah mengalami masa jahiliyah. Selain itu, Aisyah dilahirkan dari dua orang muslim yang termasuk orang-orang yang pertama-tama beriman kepada Nabi, yaitu Abu Bakar dan Ummu Ruman. Sehingga keluarga di mana Aisyah lahir dan tumbuh berkembang adalah keluarga muslim pertama’. Ibadahnya Jika kita membaca riwayat yang menceritakan tentang ibadah Aisyah Ummul Mu’minin, niscaya tanpa ragu sedikitpun kita akan mengatakan bahwa Aisyah adalah ahli ibadah. Dan berikut ini beberapa contohnya Salah satu keponakan Aisyah yang bernama Al-Qasim menceritakan “Aku punya kebiasaan jika keluar rumah aku mulai dengan mendatangi rumah Aisyah radhiyallahu anha, aku beri salam kepadanya. Pada suatu hari, aku keluar rumah, ternyata Aisyah radhiyallahu anha sedang berdiri, shalat sunnah dan membaca firman Allah surat Ath-Thur, 28 فَمَنَّ اللهُ عَلَيْنا و وَقَانا عَذابَ السَّمُوم Sambil berdoa dan menangis, mengulang-ulanginya. Aku berdiri menunggu Aisyah selesai shalat, hingga aku sendiri kelelahan, lalu aku pergi ke pasar untuk keperluanku, kemudian aku kembali dari pasar, ternyata Aisyah masih berdiri seperti sebelumnya, shalat sambil menangis.” [Dari kitab yang berjudul “Aisyah Ummul Mukminin”, sebuah ensiklopedi’ yang khusus membahas Aisyah radhiyallahu anha, yang asalnya adalah kumpulan beberapa karya ilmiah terkait dengan Aisyah radhiyallahu anha, yang diterbitkan yayasan Ad-Durar As-Saniyyah’, Saudi] Oleh Fajri NS
Berikutini beberapa nama yang dimakruhkan atau tidak disukai penggunaannya: Asy-Syaukani rahimahullah adalah atsar yang diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari (no. 869) dan Al-Imam Muslim (no. 445) dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: "Seandainya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihat apa yang diperbuat oleh para wanita
Salah satu istri Nabi yang mesti kita tahu keutamaan dan keistimewaannya adalah Aisyah. Aisyah adalah puteri dari sahabat yang mulia, Abu Bakar Ash-Shiddiq. Nama kunyah Aisyah adalah Ummu Abdillah. Ia dinikahi oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika berusia 6 tahun, pernikahannya berlangsung pada dua tahun sebelum hijrah. Nabi shallallahu alaihi wa sallam baru menggauli Aisyah ketika usianya 9 tahun sebagaimana Aisyah menyebutnya sendiri, disebutkan hal ini dalam riwayat yang muttafaqun alaih Bukhari-Muslim. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam meninggal dunia ketika Aisyah berusia 18 tahun. Aisyah sendiri meninggal dunia di Madinah dan dikuburkan di pekuburan Baqi’. Aisyah mewasiatkan pada Abu Hurairah untuk menyolatkannya. Aisyah meninggal dunia pada tahun 58 H. Lihat Jala’ Al-Afham, hlm. 297; 300. Keutamaan Aisyah Pertama Aisyah adalah istri yang paling dicintai oleh Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam. Dari Amr bin Al-Ash radhiyallahu anhu, ia pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, أَىُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ عَائِشَةُ » . فَقُلْتُ مِنَ الرِّجَالِ فَقَالَ أَبُوهَا » “Siapa orang yang paling engkau cintai?” Beliau menjawab, “Aisyah”. Ditanya lagi, “Kalau dari laki-laki?” Beliau menjawab, “Ayahnya yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq.” HR. Bukhari, no. 3662 dan Muslim, no. 2384 Kedua Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak menikahi seorang perawan kecuali Aisyah. Ketiga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah menerima wahyu ketika sedang berada di dalam selimut Aisyah dan hal itu tidak pernah terjadi pada istri beliau yang lain. Keempat Tatkala istri-istri Nabi shallallahu alaihi wa sallam diberi pilihan untuk tetap bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan kehidupan apa adanya atau diceraikan lalu akan mendapatkan gantian dunia, maka Aisyah adalah orang pertama yang menyatakan tetap ingin bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam bagaimana pun kondisi beliau. Itulah yang disebutkan dalam ayat, يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ إِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا 28 وَإِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الْآَخِرَةَ فَإِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنْكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا 29 “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah suatu pemberian yang diberikan kepada perempuan yang telah diceraikan menurut kesanggupan suami, pen. dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki keredhaan Allah dan Rasulnya-Nya serta kesenangan di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar.” QS. Al-Ahzab 28-29 Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika itu mengatakan, “Aku benar-benar ingatkan padamu. Janganlah engkau terburu-buru sampai engkau meminta izin kepada orang tuamu.” Aisyah berkata, “Tentu kedua orang tuaku tidak menginginkanku cerai.” Aisyah berkata pula, فَفِى أَىِّ هَذَا أَسْتَأْمِرُ أَبَوَىَّ فَإِنِّى أُرِيدُ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الآخِرَةَ “Apakah dalam masalah ini saya harus meminta izin orang tua, karena saya menginginkan Allah, Rasul-Nya dan negeri akhirat?” Akhirnya, Aisyah menjadi contoh bagi istri-istrinya yang lain, mereka akhirnya berkata sebagaimana Aisyah.” HR. Bukhari, no. 4786 dan Muslim, no. 1475 Kelima Di antara keistimewaannya adalah bahwa Allah membebaskannya dari tuduhan bohong haditsul ifki, seperti disebutkan dalam surah An-Nuur ayat 11-20, pen., dengan menurunkan ayat akan kesuciannya. Ayat tersebut dibaca oleh para imam dalam shalat mereka sampai hari kiamat. Aisyah temasuk orang baik, dijanjikan ampunan dan rezeki yang baik. Allah juga menjelaskan bahwa berita bohong yang menimpanya adalah baik baginya dan bukan merendahkannya. Bahkan Allah mengangkat derajatnya pada derajat yang tinggi, bahkan terus disebutkan akan kebaikan dan terbebasnya dari tuduhan keji kepadanya oleh penduduk bumi dan langit. Alangkah indahnya sanjungan pada Aisyah tersebut. Awal Kisah Aisyah Dituduh Selingkuh Faedah Surat An-Nuur 05 Awal Kisah Aisyah Dituduh Selingkuh Lanjutan Kisah Aisyah Dituduh Selingkuh Faedah Surat An-Nuur 06 Lanjutan Kisah Aisyah Dituduh Selingkuh Berakhir Kisah Aisyah Dituduh Selingkuh Faedah Surat An-Nuur 07 Berakhir Kisah Aisyah Dituduh Selingkuh Keenam Banyak dari kalangan pembesar sahabat radhiyallahu anhum jika menghadapi kesulitan dalam masalah agama, mereka meminta fatwa kepada Aisyah. Mereka mendapati ilmu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berada pada Aisyah radhiyallahu anha. Ketujuh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam meninggal dunia di rumahnya, pada giliran harinya, pada malam harinya dan di pangkuannya, lalu dikuburkan di rumahnya. Kedelapan Pernikahan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan Aisyah bukan sembarang pernikahan. Akan tetapi perintah dari Allah Ta’ala. Sebagaimana hal tersebut dikisahkan oleh Aisyah radhiyallahu anha, di mana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Engkau ditampakkan padaku dalam mimpi selama tiga malam dalam riwayat Bukhari disebut dua kali, pen.. Ada malaikat datang membawamu dengan mengenakan pakaian sutra putih, lalu malaikat itu berkata, Ini adalah istrimu.’ Maka aku menyingkap wajahmu dan ternyata engkau, lalu kukatakan, إِنْ يَكُ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ يُمْضِهِ Seandainya mimpi ini datangnya dari Allah, pasti Dia akan menjalankannya.’” HR. Bukhari, no. 3895 dan Muslim, no. 2438 Kesembilan Banyak orang yang memberi hadiah pada giliran harinya Aisyah yang di sana ada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam agar supaya menjadi dekat dengan beliau shallallahu alaihi wa sallam. Disebutkan dalam hadits, “Para sahabat dahulu menyengaja memberikan hadiah-hadiah mereka kepada Nabi ketika giliran Aisyah. Kata Aisyah, Berkumpullah istri-istri yang lain di tempat Ummu Salamah.’ Lalu mereka berkata, Wahai Ummu Salamah, demi Allah orang-orang menyengaja memberikan hadiah-hadiah mereka pada giliran Aisyah dan bahwasanya kami pun menghendaki kebaikan sebagaimana Aisyah menghendakinya, maka mintalah kepada Rasulullah agar memerintahkan orang-orang untuk memberikan hadiah mereka kepada beliau di manapun giliran beliau.’ Kata Aisyah, Ummu Salamah menyebutkan hal itu kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Kata Ummu Salamah beliau berpaling dariku, ketika beliau kembali pada giliranku, aku sebutkan lagi hal itu, maka beliau berpaling dariku, ketika aku menyebutkan hal itu ketiga kalinya.’ Nabi shallallahu alaihi wa sallam lantas berkata, يَا أُمَّ سَلَمَةَ لاَ تُؤْذِينِى فِى عَائِشَةَ ، فَإِنَّهُ وَاللَّهِ مَا نَزَلَ عَلَىَّ الْوَحْىُ وَأَنَا فِى لِحَافِ امْرَأَةٍ مِنْكُنَّ غَيْرِهَا Wahai Ummu Salamah, jangan engkau menyakiti aku lantaran Aisyah karena sesungguhnya–demi Allah–tidak pernah turun kepadaku wahyu sedang aku berada di selimut seorang istriku di antara kamu, kecuali dia Aisyah.” HR. Bukhari, no. 3775 Kesepuluh Syariat tayamum turun lantaran Aisyah. Aisyah pernah meminjam sebuah kalung dari Asma’ lalu kalung itu hilang. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lantas mengutus seseorang mencarinya lalu ditemukanlah kalung tersebut. Kemudian masuk waktu shalat sementara tidak ada air bersama mereka lalu mereka pun shalat, kemudian mereka mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, maka Allah pun menurunkan ayat tentang tayammum, maka Usaid bin Hudhair berkata kepada Aisyah, جَزَاكِ اللَّهُ خَيْرًا ، فَوَاللَّهِ مَا نَزَلَ بِكِ أَمْرٌ تَكْرَهِينَهُ إِلاَّ جَعَلَ اللَّهُ ذَلِكِ لَكِ وَلِلْمُسْلِمِينَ فِيهِ خَيْرًا “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Demi Allah, tidaklah menimpamu sesuatu yang engkau benci melainkan Allah menjadikan padanya kebaikan bagimu dan bagi kaum muslimin.” HR. Bukhari, no. 336 dan Muslim, no. 367 Semoga keutamaan Aisyah menjadi teladan bagi kita semua. Wallahu waliyyut taufiq. Referensi Jala’ Al-Afham fi Fadhl Ash-Shalah wa As-Salaam ala Muhammad Khair Al-Anam. Cetakan kedua, Tahun 1431 H. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Hlm. 297-300. — Disusun di Pesantren Darush Sholihin, Jumat pagi , 21 Shafar 1439 H Oleh Muhammad Abduh Tuasikal Artikel DAFTARISI MUKADDIMAH PENULIS.. 5 BAB: HUKUM MANI. 9 (165) Hadis Aisyah radhiyallahu anha: 9 Syarah Hadis: 10 BAB: NAJISNYA DARAH DAN TATA CARA MENCUCINYA 15 (166) Hadis Asma' radhiyallahu anha dia berkata: 15 Syarah Hadis: 16 BAB: DALIL BAHWA KENCING ITU NAJIS DAN KITA WAJIB MEMBERSIHKAN DIRI DARINYA.. 22 (167) Hadis Abdullah bin Abbas السلام عليكم ورحمة الله وبركاتهالحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين Halaqah yang ke enam belas dari Silsilah Ilmiyyah Sirah Nabawiyah Adalah ”Faedah-Faedah Dari Hadits Aisyah Radhiyallāhu ’Anhā”. Diantara Faedah yang bisa kita ambil dari Hadīts Aisyah Radhiallahu Anha ❶ Pentingnya seorang muslim memiliki waktu berkholwah dengan Allāh ﷻ. Berkata Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah rahimahulla di dalam Majmu Fatawa لابد للعبد من أوقات ينفرد بها بنفسه في دعائه وذكره وصلاته وتفكره ومحاسبة نفسه وإصلاح قلبه… Haruslah seorang hamba memiliki waktu-waktu yang disitu dia menyendiri dengan dirinya didalam doa nya, dzikirnya, sholatnya, perenungannya, musahabah terhadap dirinya & memperbaiki hatinya. ❷ Hadīts diatas diatas menjelaskan bahwa surat al-Alaq ayat 1-5 adalah yang pertama turun kepada Nabi ﷺ & ini adalah pendapat jumhur ulama. ❸ Hadīts ini menunjukkan bahwasanya sebelum menjadi Nabi, beliau ﷺ sudah memiliki sifat² yang sangat mulia. ❹ Akhlak yang baik adalah sebab seorang selamat dari berbagai keburukan. ❺ Hadīts ini menunjukkan keutamaan Khadijah ketika beliau radiallahu anha berusaha menenangkan Nabi ﷺ dari ketakutan dengan cara menyebutkan kebaikan² & keutamaan² beliau, yg ini semua adalah sebab Allāh tidak akan menyia-nyiakan beliau ﷺ. ❻ Usaha Khadijah sebagai seorang istri untuk mengetahui hakikat dari kejadian yang menimpa Nabi ﷺ dengan mendatangi seorang yang berilmu yaitu Waroqoh supaya Nabi ﷺ semakin tenang menghadapi semua ini. ❼ Kedudukan ilmu Waroqoh bin Naufal tentang para Nabi sebelum Nabi Muhammad ﷺ. ❽ Bahwa dakwah memiliki tantangan & rintangan, sebagaimana dikabarkan oleh Waroqoh bin Naufal. ❾ Bahwa Khadijah adalah orang yang pertama kali beriman kepada Rasulullãh ﷺ dari kalangan wanita. Itulah yang bisa kita sampaikan pada Halaqah kali ini & sampai bertemu kembali pada Halaqah selanjutnya. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته Abdullāh RoyDi kota Pandeglang Seorang IT Profesional yang berpengalaman di bidang Troubleshooting, Networking dan Database Management.
oleh Berikut ini yang bukan kandungan dari hadis Aisyah radiAllahu anha (hadis no 4460) di atas ialah (D) Rasulullah saw adalah pemberi syafaat bagi umatnya. Sebab dalam hadis no 4460, berisi keterangan / informasi sebagai berikut: shalat malam hingga kakinya bengkak. dosa-dosa rasul diampun baik yang lalu maupun yang akan datang.
Bismillahirrahmanirrahim.. Aisyah Radhiyallahu anha adalah Istri Rasulullah, Ummul mukminin. Aisyah dinikahi Rasulullah shalallahu alahi wa sallam atas perintah dari Allah Ta’ala yang disampaikan melalui malaikat Jibril, malaikat Jibril membawa foto Aisyah di atas kain sutra hijau untuk diperlihatkan kepada Rasulullah. Ada banyak keutamaan dan kemuliaan yang dimiliki ummul mukminin Aisyah radhiyallahu anha, 3 diantaranya dibahas dalam kajian kalian ini 1. Aisyah adalah orang yang paling dicintai oleh Rasulullah dari kalangan wanita. Suatu ketika Amr bin al-Ash bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling engkau cintai?” Beliau menjawab, “Aisyah.” “Dari kalangan laki-laki?” tanya Amr. Beliau menjawab, “Bapaknya.” HR. Bukhari dan Muslim 2. Syari’at tayammum disyari’atkan karena sebab beliau, yaitu tatkala manusia mencarikan kalungnya yang hilang di suatu tempat hingga datang waktu Shalat namun mereka tidak menjumpai air hingga disyari’atkanlah tayammum. Berkata Usaid bin Khudair, “Itu adalah awal keberkahan bagi kalian wahai keluarga Abu Bakr.” HR. Bukhari 3. Aisyah adalah wanita yang dibela kesuciannya dari langit ketujuh. Prahara tuduhan zina yang dilontarkan orang-orang munafik untuk menjatuhkan martabat Nabi Muhammad lewat istri beliau telah tumbang dengan turunnya 16 ayat dalam surah An-Nur secara berurutan yang akan senantiasa dibaca hingga hari kiamat. Allah Ta’ala mempersaksikan kesucian Aisyah dan menjanjikannya dengan ampunan dan rezeki yang baik. Oleh karenanya, apabila Masruq meriwayatkan hadits dari Aisyah, beliau selalu mengatakan, “Telah bercerita kepadaku Shiddiqoh binti Shiddiq, wanita yang suci dan disucikan.” ▶ 2 diantara 3 kemuliaan di atas kisahnya berawal dari sebuah kalung kesayangan yang dipakai Aisyah dan disebut Rasulullah sebagai “Kalung yang berkah”. Dalam shahih bukhari 2 kisah tentang kisah ini dikisahkan lansung oleh Aisyah. Para ulama menyampaikan terjadi diwaktu yang sama dan diperjalanan yang sama. Kisah Pertama Aisyah bertutur, “Bila Rasulullah ingin bepergian/perang, beliau mengundi di antara istri-istrinya. Siapa yang keluar undiannya, dialah yang dibawa serta dalam safar beliau. Dalam suatu safarnya guna melakukan peperangan,yaitu perang menghadapi Bani Mushthaliq dari Khuza’ah. Beliau mengundi di antara kami. Keluarlah namaku, hingga beliau membawaku dalam safar tersebut setelah turunnya perintah hijab. Sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, suatu malam dalam sebuah perjalanan perang, Aisyah yang mendapatkan undian mengikuti perjalanan suaminya tercinta, kehilangan kalungnya. Maka Rasulullah menghentikan perjalanan untuk mencarinya, lalu yang lainpun ikut berhenti. Saat itu telah habis persediaan air, maka mereka mendatangi Abu Bakar dan dan berkata “Cobalah kau lihat apa yang dilakukan Aisyah yang menyebabkan Rasulullah dan seluruh orang mencari-cari, padahal mereka tidak memiliki air.” Lalu Abu Bakar mendatangi Rasulullah yang saat itu meletakkan kepala beliau di atas pangkuan Aisyah dan tidur. Ia berkata “Engkau telah menghalangi Rasulullah dan orang-orang dari melanjutkan perjalanan, sedang mereka tidak mendapatkan dan memiliki air.” Keesokan paginya Rasulullah bangun dan hendak berwudhu untuk melaksanakan shalat Shubuh. Beliau mencari air, namun tidak menemukannya. Maka Allah Ta’ala menurunkan satu ayat kepada Rasulullah dengan memberikan rukhsah kemudahan dan keringanan berupa diperbolehkannya bersuci dengan cara bertayamum. Ayat yang dimaksud adalah ayat ke-43 dari surah An-Nisaa’. Di akhir matan hadits itu Aisyah menutup ceritanya dengan berkata “Lalu kami membangunkan unta yang aku tumpangi, maka kami menemukan kalung itu di bawahnya. Peristiwa Kedua Peristiwa kedua masih di perjalanan yang sama, sepulang dari peperangan. Aisyah radhiyallahu anha menuturkan kisahnya Suatu malam saat perjalanan telah mendekati kota Madinah, rombongan berhenti untuk istirahat beberapa waktu. Aku pun keluar dari Haudajku untuk menunaikan hajat, berjalan jauh sendirian hingga meninggalkan rombongan pasukan tersebut. Selesai menunaikan hajat, aku kembali ke untaku. Namun ternyata kalung yang sebelumnya melingkar di leherku hilang. Aku pergi mencarinya hingga aku tertahan beberapa waktu karenanya. Sementara itu datanglah orang-orang yang bertugas mengangkat Haudajku. Mereka memikul dan menaikkannya ke atas unta yang aku tunggangi dalam keadaan menyangka aku berada di dalam haudaj tersebut. Kenapa demikian? Karena kaum wanita di masa itu kurus-kurus, tidak diberati dengan daging. Mereka hanya makan sedikit makanan. Orang-orang yang mengangkat haudajku itu tidak merasa ganjil dengan ringannya tersebut. Aku sendiri saat itu masih sangat belia 15 tahun. Unta-unta pun diberangkatkan bersama rombongan pasukan. Mereka melanjutkan perjalanan di akhir malam. Sementara itu aku telah menemukan kalungku yang hilang, namun rombongan pasukan telah berlalu. Aku kembali ke tempat mereka tadinya beristirahat, namun tidak seorang pun yang kutemui. Aku menuju ke tempat diletakkannya haudajku dengan keyakinan mereka akan menyadari ketidakberadaan diriku bersama rombongan hingga mereka kembali ke tempat tersebut untuk mencariku. Ketika aku sedang duduk di tempatku berada, rasa kantuk menyerangku hingga aku tertidur. Saat itu Shafwan ibnul Mu’aththal As-Sulami Adz-Dzakwani berada di belakang pasukan. Ia tertinggal jauh dari rombongan. Sampailah ia di tempatku. Ia melihat ada orang yang sedang tidur. Ia pun mendatangi tempatku dan mengenaliku karena ia pernah melihatku sebelum turun perintah hijab. Aku terbangun dengan ucapan istirja’nya innalillahi wa innailaihi rajiun ketika melihatku. Kututupi wajahku yang tersingkap dengan jilbabku. Demi Allah, ia tidak mengajakku bicara satu kata pun. Aku pun tidak mendengar darinya satu kata pun selain ucapan istirja’nya hingga ia menderumkan untanya, lalu membelakangiku. Aku naik ke atas unta tersebut dalam keadaan dituntun oleh Shafwan sampai kami berhasil menyusul rombongan pasukan saat mereka istirahat pada siang hari yang panasnya menyengat. Maka binasalah orang yang binasa dengan kejadian tersebut. Yang paling berperan menyebarkan berita dusta itu adalah Abdullah bin Ubay bin Salul. Kami akhirnya tiba di Madinah. Di awal kedatangan kami, aku jatuh sakit selama sebulan. Sementara orang-orang tenggelam dalam pembicaraan seputar tuduhan dusta terhadapku, dalam keadaan aku tidak mengetahuinya sedikitpun. Hanya saja aku melihat keganjilan. Tidak kudapati kelembutan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam sebagaimana yang biasa aku dapatkan bila sedang sakit. Rasulullah hanya masuk sebentar ke tempatku, mengucapkan salam, kemudian berkata kepada ibuku yang merawatku, “Bagaimana keadaan putri kalian?” Setelah itu beliau berlalu. Demikianlah keganjilan yang ada. Namun aku tidak menyadari bila ada berita jelek seputar diriku. Sampai akhirnya aku keluar dari rumahku dalam keadaan masih sempoyongan karena belum begitu pulih dari sakitku. Ummu Misthah menemaniku saat itu. Kami menuju ke tempat kami biasa buang hajat, dan kami tidak keluar untuk buang hajat kecuali pada waktu malam. Itu kami lakukan sebelum kami membuat WC dekat rumah kami. Perkara kami adalah sebagaimana perkaranya orang Arab yang awal dalam mencari tempat yang jauh untuk buang hajat. Dulunya kami merasa terganggu dengan bau tidak sedap bila membuat WC dekat rumah kami. Aku pergi bersama Ummu Misthah. Ia adalah putri Abu Rahm bin Abdi Manaf. Ibunya adalah putri Shakhr bin Amir, bibi Abu Bakr Ash-Shiddiq. Putranya bernama Misthah bin Utsatsah. Seselesainya dari urusan kami, aku dan Ummu Misthah kembali menuju ke rumahku. Ketika itu Ummu Misthah terpeleset, ia pun mengumpat anaknya, “Celaka Misthah.” “Jelek sekali ucapanmu”, tegurku, “Apakah engkau mencela seseorang yang pernah ikut dalam perang Badr?” “Wahai wanita yang lengah sedikit pengetahuan tentang tipu daya yang dilakukan manusia, tidakkah kau mendengar apa yang diucapkan oleh Misthah?” tanya Ummu Misthah. “Apa yang dikatakannya?” tanyaku. Ummu Misthah pun menceritakan kepadaku apa yang dikatakan oleh orang-orang yang menyebarkan berita dusta seputar diriku, hingga bertambah parahlah sakitku. Sesampainya di rumah, Rasulullah masuk menemuiku, mengucapkan salam lalu bertanya, “Bagaimana keadaanmu?” “Apakah engkau mengizinkan aku untuk pergi menemui kedua orangtuaku?”, pintaku kepada beliau. Ketika itu aku berniat mencari kepastian berita yang disampaikan Ummu Misthah kepada kedua orangtuaku. Rasulullah memberikan izin, maka aku pun mendatangi kedua orangtuaku. “Wahai ibunda, apa gerangan yang diperbincangkan orang-orang tentang diriku?” tanyaku kepada ibuku. “Wahai putriku, tenanglah jangan risau. Demi Allah, jarang sekali keberadaan seorang wanita jelita yang dicintai oleh suaminya, serta ia memiliki madu-madu melainkan dia akan banyak dibicarakan dan dicari-cari kesalahannya,” kata ibuku menghibur. “Subhanallah, berarti benar orang-orang membicarakan berita dusta tersebut?” tanyaku Sepanjang malam itu aku menangis hingga pagi hari air mataku tidak berhenti mengalir. Aku tidak bercelak untuk berangkat tidur, sampai pagi aku terus menangis. Ketika wahyu belum juga turun, Rasulullah memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid untuk mengajak keduanya bermusyawarah, apakah menceraikan istrinya atau tidak. Usamah bin Zaid mengisyaratkan kepada Rasulullah dengan apa yang diketahuinya bahwa istri beliau terlepas dari tuduhan tersebut dan dengan apa yang diketahuinya dari kecintaan Rasulullah kepada istri beliau. “Wahai Rasulullah, tahanlah istrimu. Kami tidak mengetahui kecuali kebaikan,” ujar Usamah. Adapun Ali bin Abi Thalib menyatakan, “Wahai Rasulullah, Allah tidak akan menyempitkanmu. Wanita selain dia masih banyak. Namun bila engkau bertanya kepada budak perempuan itu Barirah, niscaya ia akan membenarkanmu.” Rasulullah kemudian memanggil Barirah. “Wahai Barirah, apakah engkau pernah melihat dari Aisyah sesuatu yang meragukanmu?” tanya Rasulullah. Barirah menjawab, “Tidak, demi Dzat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran. Tidak pernah aku lihat darinya suatu perkara pun yang aku anggap jelek, kecuali sekadar ia seorang wanita yang masih belia, yang tertidur/lalai dari menjaga adonan roti untuk keluarganya hingga datanglah kambing memakan adonan tersebut.” Pada hari itu Rasulullah bangkit mencari bantuan untuk membalas perbuatan Abdullah bin Ubai bin Salul. Beliau bersabda di atas mimbar, “Wahai sekalian kaum mukminin! Siapakah yang dapat membantuku menghadapi seseorang yang telah menyakitiku dalam urusan ahli baitku? Demi Allah, aku tidak mengetahui dari istriku kecuali kebaikan. Namun mereka telah menyebut-nyebut seorang lelaki shofwan yang aku tidak mengetahui darinya kecuali kebaikan, dan ia tidak pernah masuk menemui keluargaku kecuali bersamaku.” Bangkitlah Sa’d bin Mu’adz Al-Anshari sembari berkata, “Wahai Rasulullah, aku akan menuntaskan sakit hatimu terhadap orang tersebut. Bila ia dari kalangan kabilah Aus kabilahnya, aku akan memenggal lehernya. Jika ia dari kalangan saudara-saudara kami, orang-orang Khazraj, engkau perintahkan pada kami apa yang engkau kehendaki dan kami akan melaksanakan titahmu,” ucapnya. Sa’d bin Ubadah, pemuka orang-orang Khazraj, berdiri dan ia sebelumnya seorang yang sempurna keshalihannya, namun ia dihinggapi semangat kesukuannya hingga ia berkata kepada Sa’d bin Mu’adz, “Dusta engkau, demi Allah. Jangan engkau bunuh dia dan engkau tidak akan mampu membunuhnya.” Usaid bin Hudhair, anak paman Sa’d bin Mu’adz, berdiri dan ikut angkat suara menujukan kepada Sa’d bin Ubadah, “Dusta engkau, demi Allah. Kami sungguh-sungguh akan membunuh orang itu. Kamu memang munafik yang ingin berdebat membela orang-orang munafik.” Bangkitlah emosi dua kabilah ini, Aus dan Khazraj. Sampai-sampai mereka ingin mengobarkan peperangan sementara Rasulullah masih berdiri di atas mimbar. Beliau terus menerus menenangkan kedua belah pihak hingga mereka terdiam dan beliau pun diam.” Aisyah melanjutkan kisahnya, “Aku tinggal di hariku tersebut dalam keadaan air mataku tidak berhenti mengalir dan aku tidak bercelak untuk berangkat tidur. Di pagi harinya, kedua orangtuaku telah berada di sisiku. Sungguh aku telah menghabiskan air mataku. Menangis sehari dua malam dan tidak bercelak. Air mataku tiada hentinya mengalir. Keduanya menyangka tangisan yang demikian akan membelah hatiku. Ketika keduanya sedang duduk di sisiku yang masih terus menangis, datang seorang wanita Anshar minta izin menemuiku. Aku mengizinkannya, ia duduk menangis bersamaku. Dalam keadaan demikian, Rasulullah masuk menemui kami. Beliau mengucapkan salam, kemudian duduk. Beliau belum pernah duduk di sisiku sejak tersebar fitnah tersebut. Telah lewat waktu sebulan, wahyu belum juga turun sehubungan dengan perkaraku. Rasulullah bertasyahhud ketika duduk, lalu berkata, “Adapun setelah itu, wahai Aisyah, sungguh telah sampai kepadaku berita tentangmu bahwa engkau begini dan begitu. Bila memang engkau terlepas dari tuduhan tersebut maka Allah akan menyatakan hal itu, Dia akan membersihkanmu dari tuduhan tersebut. Namun jika memang engkau berbuat dosa, minta ampunlah kepada Allah dan bertaubatlah kepada-Nya. Karena jika seorang hamba mengakui dosanya, kemudian ia bertaubat kepada Allah, Allah pasti akan menerima taubatnya.” Seselesainya Rasulullah dari ucapannya tersebut, menyusutlah air mataku hingga aku merasa tidak ada setetes pun yang keluar. Aku katakan kepada ayahku, “Mohon berilah tanggapan terhadap pernyataan Rasulullah itu.” “Demi Allah, aku tidak tahu apa yang harus kukatakan kepada Rasulullah,” jawab ayahku. “Berilah jawaban kepada Rasulullah, wahai ibu,” kataku kepada ibuku. Beliau menjawab yang sama dengan jawaban ayahku, “Demi Allah, aku tidak tahu apa yang harus kukatakan kepada Rasulullah.” Sebagai wanita yang masih belia belum banyak membaca/menghafal Al-Qur’an, aku menjawab, “Demi Allah, aku sungguh yakin kalian telah mendengar pembicaraan jelek tentang diriku hingga menetap di hati kalian dan kalian membenarkannya. Kalau aku katakan pada kalian bahwa aku berlepas diri dari tuduhan tersebut, dan demi Allah Dia tahu aku terlepas dari tuduhan tersebut, niscaya kalian tidak akan membenarkanku tidak percaya dengan pengingkaranku. Kalau aku mengakui perkara tersebut benar adanya –padahal demi Allah Dia Tahu aku terlepas dari tuduhan tersebut– kalian akan membenarkan pengakuanku. Demi Allah, aku tidak mendapatkan permisalan untuk kalian kecuali ucapan ayah Yusuf Nabi Ya’qub yang berkata Maka kesabaran yang baik itulah kesabaranku. Allah sajalah yang dimintai pertolongan atas apa yang kalian ceritakan’.” Yusuf 18 Kemudian aku palingkan wajahku ke arah dinding sembari berbaring di atas tempat tidurku. Ketika itu aku yakin diriku lepas dari tuduhan itu dan Allah akan membersihkan namaku karena memang aku tidak melakukannya. Akan tetapi, demi Allah, aku tidak pernah menyangka Allah akan menurunkan wahyu-Nya yang akan terus dibaca tentang perkaraku. Karena, bagiku urusan diriku terlalu rendah hingga Allah perlu membicarakannya dengan wahyu yang akan dibaca. Harapanku hanyalah agar Rasulullah bermimpi dalam tidurnya di mana dalam mimpi tersebut Allah menunjukkan terlepasnya diriku dari tuduhan itu. Demi Allah, Rasulullah belum meninggalkan tempat duduknya dan belum ada seorang pun dari keluargaku yang beranjak keluar tatkala turun wahyu kepada beliau. Mulailah beliau mengalami kepayahan sebagaimana yang biasa beliau alami bila wahyu sedang turun. Sampai-sampai keringat semisal mutiara mengucur deras dari tubuh beliau padahal hari sangat dingin, karena beratnya ucapan yang sedang diturunkan. Tatkala berlalu kejadian itu dari diri beliau, beliau tertawa. Awal kalimat yang beliau ucapkan pada Aisyah adalah, “Wahai Aisyah, sungguh Allah telah membersihkanmu dari tuduhan tersebut.” “Bangkitlah menuju kepada Rasulullah,” perintah ibuku. “Demi Allah, aku tidak akan bangkit menuju kepadanya dan tidak ada yang kupuji kecuali Allah,” ucapku. Allah menurunkan ayat “Sesungguhnya orang-orang yang datang membawa berita dusta itu adalah golongan dari kalian juga maka janganlah kalian menyangka bahwa berita dusta itu buruk bagi kalian bahkan baik bagi kalian. Tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita dusta itu, baginya azab yang besar. Mengapa di waktu kalian mendengar berita dusta itu orang-orang mukmin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri dan mengapa tidak berkata, Ini Mengapa mereka yang menuduh itu tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah orang-orang yang dusta di sisi Allah. Sekiranya tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kalian semua di dunia dan di akhirat, niscaya kalian ditimpa azab yang besar, dikarenakan pembicaraan kalian tentang berita bohong itu. Ingatlah di waktu kalian menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kalian katakan dengan mulut kalian apa yang sedikitpun tidak kalian ketahui sementara kalian menganggapnya sebagai sesuatu yang ringan saja, padahal perkaranya besar di sisi Allah. Mengapa di saat mendengar berita bohong tersebut kalian tidak berkata, “Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan hal ini. Maha Suci Engkau, wahai Rabb kami, ini adalah dusta yang besar. Allah memperingatkan kalian agar jangan kembali berbuat seperti itu selama-lamanya, jika memang kalian orang-orang yang beriman. Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Memiliki hikmah. Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar berita perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui sedang kalian tidak mengetahui. Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kalian semua niscaya kalian akan ditimpa azab yag besar, dan Allah Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan mungkar. Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kalian, niscaya tidak seorang pun dari kalian bersih dari perbuatan keji dan mungkar itu selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” An-Nur 11-21 Ketika Allah menurunkan ayat yang menyatakan sucinya diriku dari tuduhan dusta tersebut, ayahku Abu Bakr Ash-Shiddiq yang biasanya memberikan nafkah kepada Misthah bin Utsatsah karena hubungan kekerabatan dengannya dan juga karena kefakiran Misthah, menyatakan, “Demi Allah, aku selamanya tidak mau lagi memberikan sedikitpun nafkah kepada Misthah setelah ia membicarakan apa yang ia bicarakan tentang Aisyah.” Allah menurunkan ayat-Nya sebagai teguran “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kalian bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kepada kerabatnya, orang-orang miskin, dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan serta berlapang dada. Apakah kalian tidak ingin Allah mengampuni kalian? Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” An-Nur 22 Abu Bakr berkata, “Tentu, demi Allah, aku senang bila Allah mengampuniku.” Beliau pun kembali memberikan nafkah kepada Misthah sebagaimana semula. “Demi Allah, aku tidak akan menghentikan nafkah ini dari Misthah selama-lamanya,” ucapnya. Rasulullah sempat bertanya kepada Zainab binti Jahsy tentang perkaraku. “Wahai Zainab, apa yang engkau ketahui atau engkau lihat dari diri Aisyah?” tanya beliau. “Wahai Rasulullah, aku menjaga penglihatan dan pendengaranku. Aku tidak mengetahui darinya kecuali kebaikan,” jawab Zainab. Di antara istri-istri Rasulullah , Zainab inilah yang menyaingiku dalam hal upaya ingin lebih dekat dengan Rasulullah dan mendapat tempat lebih di hati beliau. Namun Allah menjaga Zainab dengan sifat wara-nya sehingga ia tidak berucap buruk tentang diriku. Adapun saudaranya, Hamnah binti Jahsy, turut menyebarkan berita dusta tersebut karena ingin membela memenangkan saudarinya. Ia pun celaka bersama orang-orang lain yang turut menyebarkan berita dusta tersebut.” HR. Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya Demikianlah penukilan secara makna dari hadits yang panjang tentang kisah fitnah yang menimpa Ummul Mukminin Aisyah yang dikenal dengan haditsul ifk. Catatan 1ayat ini turun setelah perintah berhijab. Karena itulah Aisyah dibawa dalam sekeduphaudajnya yang tertutup dari pandangan orang-orang dan sekedup itu diletakkan di atas punggung unta. Karena bagian dalam sekedup itu tertutup dari pandangan mata, maka orang-orang yang memikulnya tidak tahu apakah Aisyah ada di dalamnya atau tidak, sebagaimana akan disebutkan dalam kelanjutan kisah Aisyah ini. 2 Karena ada atau tidak adanya Aisyah di dalamnya sama saja bagi mereka, tidak terlalu terasa bedanya, disebabkan ringannya tubuh Aisyah. 3 Aisyah sudah menyatakan tubuhnya kurus, ditambah lagi usianya masih kecil, belum genap 15 tahun, sehingga lebih menunjukkan ringannya tubuhnya. Seakan-akan Aisyah juga ingin menunjukkan udzur dari perbuatannya yang demikian bersemangat mencari kalungnya yang putus. Juga kenapa ia mencarinya sendirian tanpa mengajak teman atau memberitahu suaminya. Hal itu terjadi karena usianya yang masih kecil dan minim pengalaman sehingga tidak menyadari akibat yang akan didapatnya. Dari sini didapatkan pula faedah bahwa orang-orang yang memikul sekedup Aisyah sangatlah beradab terhadap Aisyah, amat jauh dari perbuatan mengintip isi sekedup. Sehingga ketika mereka mengangkat sekedup tersebut mereka tidak tahu bahwa Aisyah tidak berada di dalamnya. 4 Misthah dan ibunya termasuk muhajirin awwalin orang-orang yang pertama berhijrah ke Madinah. Ayah Misthah meninggal saat ia masih kecil, maka ia diasuh oleh Abu Bakr karena kekerabatannya dengan ibu Misthah. 5 Surah An-Nur ini melingkupi perintah dan larangan dalam rumah tangga dan sosil. 6 Qs. An Nur16 ” Dan mengapa kamu tidak berkata, ketika mendengarnya, “Tidak pantas bagi kita membicarakan ini. Mahasuci Engkau, ini adalah kebohongan yang besar.” Selayaknya sebagai seorang mukmin apabila datang kabar berita bohong,fitnah atau yang tidak jelas sumbernya, maka kita mengatakan “ini bukan wilayah kami, tidak pantas kami membicarakan ini”. Kita saat ini hidup di zaman fitnah,maka berhati-hatilah dengan setiap kabar yang datang kepada kita. Seperti kalimat Abu Ayyub Al anshari kepada Istrinya “ini bukan wilayahmu, Aisyah lebih baik dari pada kamu, jika kamu saja tidak berani melakukan hal itu, maka bagaimana mungkin dengan Aisyah”. Oleh karena itu, hendaknya seseorang tidak mencela mukmin yang lain, karena yang demikian sama saja mencela dirinya sendiri, dan jika seseorang tidak bersikap seperti ini, maka yang demikian menunjukkan imannya lemah dan tidak memiliki sikap nasihah tulus terhadap kaum muslimin. Allahu a’lam… Ambi Ummu Salman Depok,20062016 Disarikan dari materi Dauroh Wanita dalam AlQur’an yang disampaikan oleh Ashari,Lc di masjid Al Muhajirin Depok.
. 53 345 460 233 107 403 203 216

berikut ini yang bukan kandungan dari hadits aisyah radhiyallahu anha